Misteri Matinya Dewi

 




Matahari yang hilang di paha bukit tanda waktu gadis yang selama berpuluh-puluh tahun menanti kawin bunuh diri. Dari atas pohon akasia terpotret muka ketakutan, penyesalan, dan benci. 


Dewi membunuh dirinya dengan menggantungkan lehernya pada tali yang dia lilitkan ke pohon akasia. Terdengar suara-suara gaduh tetangga. Lolongan hewan dari batin masa lalu mengacaukan pikiran.



Samar-samar aku mendekati Dewi yang masih tergantung di sana. Orang-orang ketakutan. Aku tidak. Aku percaya Dewi tidak mati bunuh diri. Tidak. Masih hangat dalam ingatan, Dewi mandi bersama kami di Tampul. Selalu Dewi bertanya: 



Masihkah laki bisa menepati janjinya? 

Pada aliran sungai yang mengalir pelan kami bermain. Aku, Dewi, Siska, Sandi, dan Soni. Kami teman dari SD. Sungai Tampul ini adalah tempat kesukaan kami sekadar bercerita dan bermain 30 tahun yang lalu. 


Dewi adalah perempuan mandiri. Aku mengatakan Dewi adalah wanita kelas kakap dalam proses kehidupan. 

Bagaimana tidak, bapaknya, Sutoyo meninggal di tempat tabrak lari ketika engkol becak menuju rumah sakit. Sumarni, Ibu Dewi menyusul meninggal saat melahirkan Dewi. Sempurna sudah getir hidup yang Dewi alami.

Maghrib itu, aku mendekati wajah Dewi. Aku mengenalnya, iya tali itu. Bau parfum ini, iya aku juga mengenalnya. Aku semakin percaya Dewi tidak bunuh diri. 


Dengan pelan aku dan warga menurunkan Dewi. Dengan bantuan senter HP aku naik tangga pelan. Dewi bertahan, bertahan, Wi! Kamu harus tetap hidup. Indonesia butuh kamu, Wi.


Post a Comment